Sejarah Suku Osing Banyuwangi dan Tradisinya


Sejarah Suku Osing Banyuwangi dan Tradisinya

Asal Muasal dan Sejarah Suku Osing Banyuwangi Beserta Tradisinya Yang Tetap Terjaga

Indonesia menjadi salah satu negeri multikultural terbesar di dunia. Indonesia sendiri ditempati oleh berbagai macam suku bangsa yang setiap suku mempunyai keunikannya masing-masing.

Seperti halnya suku Jawa yang mempunyai sub-sub suku dengan beragam kebudayaan khas. Selain Suku Bawean dan Suku Tengger, di Jawa Timur juga terdapat Suku Using atau Suku Osing yang juga disebut Laros (kepanjangan dari: Lare Osing) atau juga disebut Wong Blambangan.

Sejarah Suku Osing Banyuwangi juga cukup meleganda dan tidak akan terhapus dari ingatan masyarakat Indonesia.

Suku Using menempati wilayah Sabrang Wetan (jika dilihat dalam peta kebudayaan Jawa), yang berkembang di bagian ujung timur dari Pulau Jawa.

Osing merupakan salah satu suku yang terdapat di Banyuwangi dan sekitarnya.

Suku Osing dianggap sebagai penduduk asli Banyuwangi dan merupakan bagian dari sub-suku Jawa.

Mengenal Sejarah Suku Osing Banyuwangi

Bahasa sehari-hari orang suku Osing menggunakan bahasa Osing yang merupakan turunan langsung dari bahasa Jawa Kuno dan juga pengaruh dari bahasa Bali.

Pada awal terbentuknya, suku Osing menganut kepercayaan Hindu-Buddha seperti halnya Majapahit.


Seiring berkembangnya kerajaan Islam di Pantura menjadikan agama Islam menyebar luas hingga sampai di kalangan suku Osing.

Masyarakat Osing juga mempunyai tradisi populer bernama puputan. Seperti yang sudah diketahui bahwa Puputan adalah peperangan terakhir dan besar-besaran sebagai upaya untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.

Tradisi tersebut juga pernah menyulut terjadinya peperangan dahsyat yang dikenal dengan Perang Puputan Bayu tahun 1771.

Oleh karenanya sejarah suku Osing Banyuwangi dikaitkan dengan  awal mula runtuhnya kerajaan Majapahit.

Orang-orang Majapahit ini menyebar dan mengungsi di berbagai wilayah, sebagian ke Gunung Bromo, sebagian lagi ke Banyuwangi (Suku Osing), dan sebagiannya ke Pulau Bali.

Di Banyuwangi inilah orang-orang Osing mendirikan kerajaan Blambangan pada 1536-1580 M. Di mana kerajaan tersebut juga dianggap sebagai kerajaan terakhir di Pulau Jawa yang bercorak Hindu.

Dalam kurun waktu dua abad lebih Blambangan menjadi wilayah yang dijadikan sasaran penaklukkan kerajaan yang ada di sekitarnya.

Kerajaan Mataram Islam melakukan penyerangan di Blambangan untuk memiliki hak kekuasaan penuh terhadap Pulau Jawa.

Namun, kerajaan Bali juga ingin menjadikan wilayah Blambangan sebagai penyokong ekonomi Bali sekaligus untuk melawan perluasan Mataram Islam.

Namun, pada akhirnya Blambangan berhasil ditaklukkan oleh kerajaan Bali (1679-1764 M). Artinya kesultanan Mataram tidak berhasil memenangkan Blambangan sebagai kepemilikannya.

Oleh karena itulah budaya Jawa Tengahan tidak mempengaruhi kehidupan rakyat Blambangan, sedangkan budaya Bali justru terlihat lebih kental mempengaruhi.

Konon wong Blambangan (Osing) kurang memperhatikan dan memperlihatkan gairahnya pada peperangan saudara.

Tetapi jiwa keberanian dan patriotik mereka lebih kentara pada saat melawan penjajahan dalam mempertahankan wilayahnya.

Dalam sejarah, Blambangan menjadi bagian dari wilayah yang tidak pernah terlepas dari kependudukan pihak luar.

Dari liku-liku sejarah tersebutlah yang mungkin saja menjadikan sisa-sisa rakyat wilayah Blambangan jadi lebih menyukai untuk berdaulat dengan keunikannya sendiri tanpa campuran dari luar.

Mereka bukan orang Jawa dan bukan juga orang Bali. Dikatakan “Using” ataupun “Osing” untuk berkata “tidak” supaya tidak menggunakan kosa kata “ora” seperti halnya pengucapan kata “tidak” oleh orang Jawa.

Dalam sejarah lain diceritakan bahwa Suku Osing adalah mereka yang merupakan keturunan rakyat Kerajaan Blambangan yang sedang mengasingkan diri pada zaman pemerintahan Majapahit.

Orang Osing menyebar di Kecamatan Glagah, Giri, Rogojampi, Kabat, Banyuwangi, Singojuruh, Srono, dan Genteng dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi.

Mereka juga dikatakan sebagai bagian dari suku bangsa Jawa.

Penamaan tersebut juga diberikan oleh penduduk pendatang yang menetap pada beberapa daerah itu ketika abad ke-19.

Kata Osing juga mempunyai arti “tidak” yang melambangkan penolakan mereka dari pengaruh-pengaruh luar pada zaman dahulu.

Bahkan ketika pada saat itu Belanda menjajah Indonesia, tetapi Suku Osing tetap memilih untuk melakukan perlawanan dan menolak untuk bekerjasama.

Meskipun saat ini sebagian masyarakat sudah memeluk agama Islam, tapi mereka masih menganut kepercayaan leluhur yang datang sebelum Islam.

Sebagian juga ada yang beragama Buddha dan juga Hindu, karena mereka merupakan keturunan Majapahit yang dahulunya sudah memeluk agama tersebut.

Bahkan sebagian dari mereka juga masih memeluk kepercayaan lainnya, seperti Sapta Dharma.

Masyarakat suku Osing terkenal dengan kekhasannya dengan terus menjalankan kebudayaan dan tradisi dari nenek moyang yang masih berkaitan erat dengan berbagai hal berbau mistis.

Juga mengandung unsur Dinamisme, Animisme, dan Monotheisme.

Masyarakat Osing bersifat terbuka dan menerima datangnya pengaruh dari luar. Akan tetapi mereka tetap menjaga tradisi serta peninggalan kepercayaan terdahulu dan juga tetap menerima agama Islam masuk ke wilayah yang mereka tinggali pada saat itu.

Itulah sejarah suku Osing Banyuwangi dan kebudayaannya yang masih lestari hingga sekarang.

Sejarahnya bahkan tidak pernah terlupakan dan hingga kini kebudayaan serta adat tradisinya pun masih terjaga keasliannya.

Dengan informasi yang kami sampaikan diatas, mudah-mudahan dapat menambah wawasan serta dapat menjadi referensi untuk kita semua. Semoga bermanfaat!

Pencarian yang paling banyak dicari

  • suku osing berasal dari banyuwangi
  • suku osing banyuwangi santet
  • suku osing dan suku tengger
  • pakaian adat suku osing
  • rumah adat suku osing
  • suku bangsa osing mendiami pulau
  • sejarah asal usul suku osing banyuwangi

Review Google My Bussiness for Enkosa.com

Artikel Terkait: