Pada zaman dahulu sebelum menjadi PGRI yaitu PGHB yaitu tahun 1912, dimana para guru bergabung tidak berdasarkan pada latar belakang pendidikan yang sama. PGHB ini tidak pernah memandang ras, suku, agama dan juga latar belakang pendidikan pada setiap anggotanya.
Hal ini membuat PGHB memiliki anggota yang tidak terbatas dari berbagai kalangan seperti guru bantu, desa dan masih banyak lagi. Para guru ini biasanya mengabdi pada sekolah desa maupun sekolah rakyat angka dua.
Pada tahun 1942 tentara Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda dan juga Inggris, diperbolehkan menggunakan bahasa Indonesia tetapi hanya untuk pengantar di sekolah dasar saja.
Perkumpulan dan perserikatan dilarang seperti sekolah sekolah ditutup, dan diganti dengan pelajaran bahasa Jepang dengan menggunakan huruf Katakana dan kanji saja.
Namun semangat para guru-guru Indonesia tidak pernah pudar apalagi ia bekerja dibawah pengawasan oleh Jepang. Namun Jepang sangat mengijinkan pendidikan karena menurut mereka pendidikan diperlukan untuk membangun bangsa.
Pendidikan yang baik dilahirkan dari guru yang baik juga, ini yang membuat Jepang sangat tunduk dan menghormati para guru. Dimana guru dan para dokter mendapatkan panggilan sensei yang berarti orang yang tertua.