Dilansir dari berbagai sumber terpercaya, pada tanggal 27 Oktober 1945 atau tepatnya sehari menjelang peringatan ke-17 tahun Sumpah Pemuda, di Pangkalan Maguwo, Yogyakarta terlihat ada kesibukan.
Kesibukan tersebut terjadi karena para teknisi yang berada di sekitar pesawat Cureng yang bertanda bulat merah putih mempersiapkan segala sesuatu untuk penerbangan yang telah direncanakan.
Mereka ingin sebuah pesawat merah putih terbang di hari itu untuk membangkitkan Sumpah Pemuda.
Komodor Udara Agustinus Adisutjipto merupakan satu-satunya penerbang asli Indonesia yang berada di Pangkalan Maguwo.
Di hari itu Agustinus Adisutjipto sukses terbang bersama dengan Cureng Merah Putih.
Adisutjipto membawa pesawat terbang tersebut berputar-putar di Angkasa Pangkalan Maguwo yang disaksikan dengan rasa kagum oleh seluruh anggota pangkalan yang berada di bawah.
Setelah penerbangan pertama tersebut, para teknisi dalam mulai bekerja untuk memperbaiki armada pesawat di Pangkalan Maguwo.
Kurang lebih 50 pesawat yang ditinggalkan oleh penjajah diperbaiki, namun sayang dari 50 pesawat tersebut hanya 25 pesawat saja yang layak diterbangkan kembali.
Setelah penerbangan tersebut, Cureng menjadi salah satu kekuatan Pangkalan Udara Maguwo.
Tidak hanya berfungsi sebagai pesawat latih, Cureng juga tercatat sebagai pesawat pertama yang digunakan dalam latihan terjun payung.
Cureng memiliki arti penting dalam upaya mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.
Misalnya saja pada tanggal 29 Juli 1947, pesawat Cureng digunakan untuk menyerang kependudukan Belanda di Ambarawa serta Salatiga oleh Kadet Suharnoko dan Kadet Sutardjo Sigit.
Diterbangkanya pesawat Cureng dengan lambang merah putih di langit Nusantara mempunyai banyak sekali makna.